Saturday 24 May 2014

Proses pemesinan yang berkait erat dengan penggurdian (drilling)

Ada tiga proses pemesinan yang berkaitan erat dengan proses penggurdian (drilling). Ketiga proses tersebut adalah pengeboran (boring), pembuatan lubang kerucut (countersink) dan pembuatan lubang bertingkat (counterboring).
  1. Pengeboran (boring) merupakan proses pelebaran lubang yang awalnya dibuat dengan proses penggurdian (atau proses pengecoran). Proses pengeborang menggunakan alat potong bermata tunggal yang biasa disebut dengan boring bar.
  2. Pembuatan lubang kerucut (countersink) merupakan pembuatan lubang kerucut dengan menyayat ujung lubang yang dibuat dengan proses gurdi. Pembuatan lubang kerucut ini menggunakan alat potong yang disebut dengan countersink cutter.
  3. Pembuatan lubang bertingkat (counterboring) adalah pelebaran lubang hanya pada satu sisi lubang sehingga terbentuklah lubang bertingkat. Untuk pembuatan lubang bertingkat ini digunakan alat potong yang disebut counterbore.

Tuesday 20 May 2014

Infrastruktur Metrologi Indonesia

Berikut merupakan lembaga-lembaga yang mengurusi masalah pengukuran dan yang berkaitan dengan pengukuran.
1.    Lembaga Metrologi Nasional — Puslit KIM-LIPI
Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi yang merupakan bagian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan disingkat Puslit KIM-LIPI adalah instansi pemerintah yang menjalankan fungsi lembaga metrologi nasional atau NMI di Indonesia. Hal tersebut merupakan penjabaran dari Undang-undang Metrologi Legal (UUML) nomor 2 tahun 1981 yang mengharuskan adanya lembaga yang membina standar nasional dan ditetapkan oleh Keppres. Lalu diturunkan menjadi Keppres no 79 tahun 2001 tentang Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (Komite SNSU), yang menyerahkan pengelolaan teknis ilmiah SNSU tersebut kepada LIPI. Secara tidak langsung, Keppres ini berisi penunjukan NMI kepada salah satu unit kerja di LIPI. Dalam hal ini, Puslit KIM adalah unit organisasi di bawah LIPI yang bidang kegiatannya paling berkaitan dengan pengelolaan standar nasional.
Puslit KIM-LIPI mempunyai kompetensi di bidang metrologi panjang, waktu, massa dan besaran terkait, kelistrikan, suhu, radiometri dan fotometri, serta akustik dan getaran. Kebanyakan standar yang dipelihara oleh Puslit KIM-LIPI adalah standar tertinggi di Indonesia. Besaran yang tidak ditangani oleh Puslit KIM-LIPI adalah jumlah zat. Standar
dan ketertelusuran untuk besaran ini ditangani oleh Pusat Penelitian Kimia (juga bagian dari LIPI) untuk metrologi kimia pada umumnya, dan Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) di bawah Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) yang menangani metrologi radiasi pengion dan radioaktivitas. Di forum internasional, Puslit KIM-LIPI adalah wakil Indonesia di Konvensi Meter dan telah menandatangani CIPM MRA pada tanggal 2 Juni 2004. Di lingkup Asia-Pasifik, Puslit KIM-LIPI adalah anggota APMP. Sedangkan di tingkat nasional, Puslit KIM-LIPI mendukung sistem akreditasi laboratorium oleh KAN, di antaranya dengan menjadi laboratorium acuan dalam uji banding antar laboratorium.
2.    Badan Akreditasi — KAN
Komite Akreditasi Nasional (KAN) adalah lembaga non-struktural yang bertugas membantu Badan Standardisasi Nasional (BSN) dalam menyelenggarakan kegiatan akreditasi untuk berbagai bidang kegiatan standardisasi, termasuk di antaranya akreditasi laboratorium kalibrasi, laboratorium pengujian, dan lembaga sertifikasi produk. Dalam melakukan kegiatan akreditasi, KAN dibantu oleh tenaga-tenaga profesional (baik pegawai pemerintah maupun swasta) dari berbagai lembaga, instansi, organisasi dan perusahaan yang mempunyai kompetensi di bidang yang diakreditasi.
Di tingkat regional, KAN adalah penandatangan APLAC MRA. Pada awal tahun 2005, KAN telah mendapatkan pengakuan untuk bidang kalibrasi dan pengujian, yang berarti bahwa sertifikat kalibrasi atau laporan pengujian yang diterbitkan oleh laboratorium yang diakreditasi KAN bisa diakui di lingkungan Asia-Pasifik. Di tingkat internasional, KAN juga anggota dari ILAC.
3.    Badan Standardisasi — BSN
Badan Standardisasi Nasional (BSN) adalah lembaga pemerintah di bawah Presiden RI yang bertugas mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian di Indonesia dalam suatu Sistem Standardisasi Nasional (SSN). Tujuan utama standardisasi di Indonesia adalah melindungi konsumen, tenaga kerja, dan masyarakat dari aspek keamanan, keselamatan, kesehatan serta berwawasan lingkungan didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. BSN menetapkan standar yang disebut Standar Nasional Indonesia (SNI).
4.    Metrologi legal — Direktorat Metrologi Departemen Perdagangan
Direktorat Metrologi di bawah Departemen Perdagangan adalah organisasi sentral yang bertanggungjawab atas pelaksanaan metrologi legal di Indonesia. Direktorat Metrologi tergabung dalam OIML. Dalam era otonomi daerah, pelaksanaan metrologi legal dilakukan oleh unit-unit kerja tertentu yang berada di bawah tiap-tiap pemerintah daerah (baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota).
Diambil dari buku Metrologi: Sebuah Pengantar, A. Praba Drijarkara, Puslit KIM-LIPI, Februari 2005

Kesalahan dalam proses pengukuran

Proses pengukuran melibatkan tiga faktor yaitu; alat ukur, benda ukur, dan orang yang mengukur. Dari ketiga faktor tersebut tidak ada salah satu pun yang memiliki kesempurnaan. Sehingga hasil pengukuran tidak mungkin mencapai derajat kebenaran yang absolut, baik dalam ketepatan maupun ketelitiannya. Sebuah pengukuran hanya mendapatkan hasil yang dianggap paling mendekati kepada harga geometris benda ukur. Dan meskipun hasil pengukuran hanyalah harga yang dianggap benar, penyimpangan dalam pengukuran adalah suatu keniscayaan.
Ketelitian merupakan hal yang relatif sifatnya, kesamaan atau perbedaan antara harga hasil pengukuran dengan harga yang dianggap benar. Setiap pengukuran dengan kecermatan yang memadai, memiliki ketidaktelitian yaitu adanya kesalahan yang mungkin juga berbeda-beda. Kesalahan tersebut bisa disebabkan oleh alat ukur, benda ukur, metode pengukuran dan orang yang mengukur.
Sebuah pengukuran, yang dilakukan dengan tingkat kecermatan yang memadai, diulang untuk kedua kali, ketiga kali, keempat kali, sampai n kali pengukuran dengan metode yang identik, akan mendapatkan hasil yang berbeda-beda. Hasil yang berbeda-beda tersebut akan tersebar pada harga di sekitar harga reratanya. Misalnya sejumlah orang masing masing melalakukan sejumla n kali pengukuran dengan metode yang identik. Maka hasil yang didapat akan berbeda beda yang tersebar di sekitar harga rata-rata totalnya. Hal tersebut merupakan sifat umum dari proses pengukuran yang berhubungan dengan ketepatan atau keterulangan (precision).
Kesalahan dalam pengukuran akan selalu ada, dan tidak mungkin dihilangkan. Kesalahan-kesalahan dalam pengukuran hanya dapat diminimalisir agar dapat terkontrol.kesalahan pengukuran bisa terjadi karena kondisi alat ukur yang digunakan, cara pengukuran, dan juga kurangnya kecakapan si pengukur. Agar kesalahan pengukuran terkontrol maka hal-hal tersebut harus selalu diperhatikan.
Untuk memperkecil kesalahan yang mungkin terjadi pada proses pengukuran, berbagai hal yang dapat menjadi sumber timbulnya ketidaktelitian hasil pengukuran harus diperhatikan. Kesalahan hasil pengukuran dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain;
1.    Alat Ukur,
2.    Benda Ukur,
3.    Posisi Pengukuran,
4.    Lingkungan, dan
5.    Orang yang mengukur
Kesalahan yang berasal dari alat ukurAlat ukur yang sering digunakan akan berdampak pada histerisis, kestabilan nol, kepasifan, dan pergeseran. Sehingga alat ukur tidak mampu memberikan ketelitian pada saat digunakan untuk mengukur. Jika sifat sifat alat ukur tersebut telah melampoi standar yang ditentukan tentu akan menimbulkan kerugian. Sehingga untuk mengecek alat ukur perlu dicari kesalahan rambangnya, yaitu dengan melakukan pengukuran yang identik sebanyak n kali pengukuran.
Kesalahan yang berasal dari benda ukurBenda ukur yang memiliki sifat elastis akan mengalami deformasi apabila ada beban yang bereaksi terhadapnya. Beban tersebut bisa berupa berat benda itu sendiri ataupun kontak sensor alat ukur pada saat pengukuran atau karena berat benda ukur sendiri pada posisi peletakannya. Untuk melakukan pengukuran terhadap benda ukur maka sensor mekanis akan memberikan tekanan pada permukaan benda ukur. Beberapa sensor mekanis terbuat dari bahan yang sangat keras, misalnya sensor mikrometer,  dapat menyebabkan perubahan permukaan benda ukur yang memiliki  sifat lunak. Pengukuran benda ukur yang berongga dengan dinding yang tipis, misalnya pipa, juga dapat menyebabkan lenturan yang berpengaruh pada hasil pengukuran.
Posisi peletakan benda ukur juga dapat mempengaruhi ketidak telitian hasil pengukuran, misalnya sebatang plat yang diletakkan pada tumpuan. Jika tidak diperhatikan jarak peletakan tumpuan maka akan terjadi lenturan yang diakibatkan oleh beratnya sendiri. Pada saat dilakukan pengukuran lenturan tersebut akan menimbulkan ketidaktelitian hasil pengukuran.
Kesalahan yang berasal dari posisi pengukuranPada saat proses pengukuran maka garis pengukuran harus benar-benar sejajar terhadap benda ukur. Bila pengukuran ketinggian dari sebuah benda juga harus benar-benar tegak lurus terhadap landasannya. Apabila garis pengukuran tidak sejajar maka akan terbentuk sudut Ө antara garis dimensi benda ukur dengan alat ukur. Ketidak-sejajaran dan ketidak-tegaklurus-an tersebut akan menyebabkan kesalahan yang biasa disebut kesalahan sinus (sine error) dan kesalahan kosinus (cosine error).
Kesalahan yang berasal dari lingkunganLingkungan tempat sebagai tempat untuk melakukan proses pengukuran harus mendukung. Lingkungan harus dapat memberikan rasa nyaman bagi orang yang melakukan pengukuran (operator). Kebersihan lingkungan, temperatur, kelembaban udara juga dapat mempengaruhi hasil pengukuran.
Kesalahan yang berasal dari operator/orang yang mengukurOperator atau orang yang mengukur memegang peranan yang sangat penting pada proses pengukuran. Seorang dengan kemampuan dan pengetahuan tentang pengukuran akan melakukan proses pengukuran dengan hati-hati. Ia akan memilih alat ukur yang sesuai, melakukan pengukuran dengan prosedur yang benar. Namun sebaliknya, jika operator adalah orang yang tidak mengetahui arti penting pengukuran atau bahkan tidak memiliki pengetahuan tentang pengukuran dan alat ukur, dapat dipastikan hasil pengukuran akan jauh dari mendekati harga yang sebenarnya.

Sejarah Mesin CNC

Dewasa ini perkembangan dunia manufacture (manufaktur) semakin berkembang, salah satunya adalah penggunaan teknologi komputer ke dalam proses manufaktur di dunia industri saat ini. Penggunaan teknologi komputer yang mengalami kemajuan pesat diantaranya adalah penggunaan mesin CNC (Computer Numerically Controlled), yang mana cara pengoperasiannya menggunakan program yang dikontrol langsung oleh komputer sehingga mampu menghasilkan kinerja mesin yang otomatis dan presisi. Namun tahukah Anda awal mula mesin CNC dibuat?
Sekitar tahunan 50-an, setelah perang dunia kedua usai, banyak permintaan terhadap suku cadang pesawat terbang yang terbentuk “Kompleks” yang mana pada saat itu hampir tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan mesin perkakas konvensional. hal inilah yang memotivasi John Pearson yang bekerja sama dengan Masachusette Institude Of Technology (MIT) – USA, dengan menciptakan prototype Mesin NC “Handwhell” pada ketiga sumbu eretannya / sumbunya dengan motor Listrik.
Prinsip dasarnya adalah bahwa motor listrik hanya bekerja jika ada arus listrik (ON/1) dan berhenti jika tidak ada arus (Off/0). Dengan program khusus yang biasa diterjemahkan kedalam bahasa mesin (ON-OFF atau 0-1) Maka dimungkinkan motor tadi dikontrol putarannya / digerakkannya secara simultan sehingga gerakan untuk menghasilkan bentuk “kompleks” pun dapat dilakukan.
Hingga sekitar tahun 70-an, mesin CNC masih sangat mahal sehingga masih sedikit perusahaan yang mempunyai keberanian dalam memplopori investasi dalam teknologi ini. Namun mulai dari tahun 1975, produksi mesin CNC mulai berkembang pesat. Perkembangan ini di pacu oleh Microprocessor, sehingga volume unit pengendali dapat lebih ringkas. Dewasa ini penggunaan mesin CNC hampir terdapat di segala bidang Dari bidang pendidikan dan riset yang mempergunakan alat-alat demikian dihasilkan berbagai hasil penelitian yang bermanfaat yang tidak terasa sudah banyak di gunakan dalam kehidupan sehari–hari di kalangan masyarakat banyak.

Jenis Material Pahat

Berikut merupakan material-material yang dipakai sebagai bahan pahat/cutter dalam bidang pemesinan, mulai dari bahan yang paling 'lunak' tetapi 'ulet' sampai dengan  bahan yang paling 'keras' tetapi 'getas'.
  1. Baja Karbon (High Carbon Steel; Carbon Tool Steel),
  2. HSS (High Speed Steel; Tool Steel),
  3. Paduan Cor Nonferro (Cast Nonferrous Alloys; Cast Carbides),
  4. Karbida (Cemented Carbides; hardmetals),
  5. Keramik (Ceramics),
  6. CBN (Cubic Boron Nitrides), dan
  7. Intan (Sintered Diamonds; Natural Diamonds)

Roda Gigi

Roda gigi adalah bagian dari mesin yang berputar yang berguna untuk mentransmisikan daya. Roda gigi memiliki gigi-gigi yang saling bersinggungan dengan gigi dari roda gigi yang lain. Dua atau lebih roda gigi yang bersinggungan dan bekerja bersama-sama disebut sebagai transmisi roda gigi, dan bisa menghasilkan keuntungan mekanis melalui rasio jumlah gigi. Roda gigi mampu mengubah kecepatan putar, torsi, dan arah daya terhadap sumber daya. Tidak semua roda gigi berhubungan dengan roda gigi yang lain; salah satu kasusnya adalah pasangan roda gigi dan pinion yang bersumber dari atau menghasilkan gaya translasi, dan bukan gaya rotasi.

Profil Roda Gigi



Keterangan:


Dl = Diameter luar

Dt = Duameter tusuk

Dk= Diameter kaki

h   = Tinggi gigi

ha = Tinggi kepala gigi

hf  = Tinggi kaki gigi
b  = Lebar gigi
                                        


Ukuran pokok roda gigi adalah jumlah gigi dan modul. Modul ialah perbandingan antara diameter tusuk (Dt) dengan jumlah gigi (z). Sehingga rumus dasar perhitungan roda gigi lurus ialah:

 
Dt = Z . m

Sementara hubungan antara bagian-bagian roda gigi dan ketentuan teknisnya sebagai berikut:
Diameter tusuk (Dt)      = z . m
Diameter luar (Dl)         = Dt + (2 . m)=(z + 2). M
Diameter kaki (Dk)       = Dt – (2.hf)
                                        = Dl – (2.h)
Tinggi gigi (h)                 = 2,16 m
                                         = ha + hf
Tinggi kepala gigi (ha)  = 1.m
Tinggi kaki gigi (hf)        = 1,16.m
Lebar gigi (b)                 = 6 s/d 8 m untuk pemesinan otomotif
                                        = 8 s/d 12 m untuk pemesinan umum



Standard Internasional Roda Gigi
Standar Roda gigi diklasifikasikan  atas 2 macam :
      1.      Standar Modul (M)
      2.      Standar Diametral Pitch (DP)
Standar Modul (M)
Modul ialah jarak antara garis lingkaran diameter ptch dengan garis lingakran diameter luar dalam satuan mm.
Modul ialah perbandingan Diameter Pitch dibagi jumlah giginya.
Semua ukuran roda gigi sistem Modul diukur dalam satuan Metrik (mm).
Standar Diametral Pitch (DP)
DP ialah jumlah gigi dalam jarak ukuran diameter pitchnya dari sebuah roda gigi.
Semua ukuran roda gigi sistim DP diukur dalam satuan imperial (inchi).

Saturday 3 May 2014

Proyeksi Eropa Vs Proyeksi Amerika

Proyeksi Eropa dan Amerika merupakan proyeksi yang digunakan untuk memproyeksikan pandangan dari sebuah gambar tiga dimensi terhadap bidang dua dimensi.
Proyeksi Eropa 

 
Proyeksi Eropa disebut juga proyeksi sudut pertama, juga ada yang menyebutkan proyeksi kuadran I, perbedaan sebutan ini tergantung dari masing pengarang buku yang menjadi refrensi. Dapat dikatakan bahwa Proyeksi Eropa ini merupakan proyeksi yang letak bidangnya terbalik dengan arah pandangannya.


 

Proyeksi Amerika 
 
Proyeksi Amerika dikatakan juga proyeksi sudut ketiga dan juga ada yang menyebutkan proyeksi kuadran III. Proyekasi Amerika merupakan proyeksi yang letak bidangnya sama dengan arah pandangannya

Friday 2 May 2014

Mesin frais (milling machine)

Mesin frais (milling machine) adalah mesin perkakas yang dalam proses kerja pemotongannya dengan menyayat/memakan benda kerja menggunakan alat potong bermata banyak yang berputar (multipoint cutter) yang biasa dikenal dengan pisau frais (milling cutter). Pada saat alat potong (cutter) berputar, gigi-gigi potongnya menyentuh permukaan benda kerja yang dijepit ragum pada meja mesin frais, sehingga terjadilah pemotongan/penyayatan dengan kedalaman sesuai penyetingan. Maka setelah beberapa proses penyayatan jadilah benda produksi sesuai dengan gambar kerja yang dikehendaki. Penyayatan pada benda kerja dengan mesin frais dapat dilakukan pada bidang datar, sisi tegak, miring bahkan pembuatan alur dan roda gigi.

Keterangan Bagian Mesin Frais
A = Lengan untuk kedudukan penyokong arbor
B = Penyokong arbor
C = Tuas untuk menggerakkan meja secara otomatis
D = Nok pembatas, untuk membatasi jarak gerakan otomatis meja
E = Meja mesin, tempat untuk memasang benda kerja dan perlengkapan mesin
F = Engkol, untuk menggerakkan meja dalam arah memanjang
G = Tuas untuk mengunci meja
H = Baut penyetel, untuk menghilangkan getaran meja
I = Engkol untuk menggerakkan sadel dalam arah melintang
J = Engkol untuk menggerakkan lutut dalam arah gerak
K = Tuas untuk mengunci meja
L = Tabung pendukung dengan batas ulir, untuk mengatur tingginya meja
M = Lutut tempat untuk kedudukan alas meja
O = Alas meja, tempat kedudukan untuk meja
P = Tuas untuk merubah kecepatan motor listrik
Q = Engkol meja
R = Tuas untuk menentukan besarnya putaran spindel dan pisau frais
T = Tiang untuk mengantar turun naiknya meja
U = Spindel, untuk memutarkan arbor dan pisau frais
V = Tuas untuk menjalankan spindel

Kaliber Batas (Limit Gauge)

Pengukuran produk pemesinan dapat dilakukan dengan alat ukur langsung untuk mengetahui ukuran dimensinya. Misalnya diukur dengan jangka sorong atau mikrometer. Akan tetapi pengukuran langsung menjadi tidak efektif jika produk yang diukur dalam jumlah yang banyak, misalnya dalam sebuah proses produksi massal sebuah komponen mesin yang musti dicek ukuran dimensinya.
Untuk mempermudah pemeriksaan dimensi sebuah komponen mesin, yaitu untuk mengetahui apakah ukurannya masih di dalam daerah toleransi atau tidak, pemeriksaan ukuran komponen cukup dengan mengetahui apakah objek ukur tersebut melebihi batas maksimum atau kurang dari batas minimum.
Pengukuran produk yang dibuat secara masal dikenal alat ukur kaliber batas. Dengan alat ukur kaliber, batas ukuran suatu produk berada pada daerah toleransi atau di luar daerah toleransi. Jika hasil pengukuran menunjukkan dimensi benda berada pada daerah toleransi berarti produk memenuhi standar. Sebaliknya jika hasil pengukuran di luar daerah toleransi berarti produk tersebut tidak bisa dipakai (gagal).
Dasar untuk mengetahui apakah ukuran suatu komponen melebihi atau kurang dari ukuran yang ditetapkan adalah dengan kaliber batas (limit gauge) yang biasa disebut dengan kaliber GO dan aliber NOT GO.
Konsep kaliber batas
Kaliber batas adalah alat pemeriksaan ukuran yang  kaku dan tanpa skala dengan fungsi utama untuk memeriksa dimensi suatu komponen diproduksi. Kaliber batas tidak menunjukkan nilai sebenarnya dari dimensi benda yang diperiksa. Alat ukur ini hanya dapat digunakan untuk menentukan apakah komponen yang dibuat tersebut barada dalam batas yang ditentukan. Oleh karena itu kaliber batas dibuat berdasar batas ukuran dari komponen. Karena ada dua batasan yaitu ukuran maksimum dan ukuran minimum, dimana kedua ukuran tersebut digunakan untuk mengecek dimensi kompoen.
Toleransi Kaliber Batas
Meskipun kaliber batas dirancang sebagai alat ukur pemeriksa dari komponen pemesinan yang diproduksi, akan tetapi dalam proses pembuatannya juga menggunakan toleransi ukuran. Hanya saja toleransi yang dipakai dalam pembuatan kaliber batas harus lebih kecil dinabdingkan dengan toletansi dari benda ukur atau komponen produksiyang akan dibuat.
Toleransi ukuran dalam pembuatan kaliber batas dimaksudkan agar nantinya alat ukur dapat berfungsi dengan baik sehingga menghasilkan keputusan yang tepat apakah suatu produk memiliki kategori baik atau tidak. Andai saja ada produk yang tidak baik tentu diharapkan jumlahnya seminimal mungkin. Untuk pembuatan kaliber batas menurut standar  Inggris (BS 969) besarnya adalah;
•    toleransi pembuatan = 10% dari  toleransi benda ukur untuk.
•    toleransi keausan = 20% dari toleransi pembuatan.
Beberapa jenis kaliber batas yang biasa digunakan dalam proses pemesinan adalah kaliber pemeriksa lubang (plug gauge), kaliber celah (snap gauge), kaliber pemeriksa poros (ring gauge), kaliber pemeriksa konis (taper gauge), dan kaliber pemeriksa ulir (thread gauge).